Mengenal Ilmu Studi Quran : Dari Zaman Klasik Hingga Kontemporer (Bagian 1)
Kajian studi Al Quran di zaman modern mengalami perkembangan yang tidak terelakkan. Semangat untuk kembali menghadirkan Al Quran sebagai wahyu yang sholih likulli zaman oleh para pengkajinya menghadirkan teori penafsiran baru. Walhasil di samping metodologi Ulum al Quran yang diwarisi oleh para mufasir zaman klasik seperti halnya konsep Nasakh Mansukh, Asbab an Nuzul, Am Khash, Mujmal Mubayyan, Ushu aL Fiqih, Ilmu Qiraah, juga telah hadir sejumlah konsep penafsiran baru dari para pengkaji Studi Al Quran di zaman pasca klasik hingga modern yang menarik untuk dikaji lebih dalam.
Di sejumlah daerah yang tradisi kajian keilmuannya kental, Al Quran menjadi salah satu objek menarik untuk dikaji secara mendalam. Tidak mengherankan, sebab Al Quran adalah kitab wahyu yang memilki pengaruh sosial yang sangat kuat di tengah masyarakat belahan dunia. Menurut KH Afifuddin Dimyati di Timur Tengah ada dua pusat kajian Al Quran yang telah memberikan sumbangsih pengetahuan keilmuan Al Quran paca zaman klasik, yaitu di Arab Saudi sebagai awal mula munculnya ilmu Ushul at Tafsir dan di Al Azhar Mesir sebagai tempat lahirnya Ilmu Qawaid At Tafsir. Belum lagi berbicara lahirnya ilmu Addakhil fi at Tafsir, yang juga lahir dari negara piramida tersebut.
Di Barat pengkaji Al Quran juga tidak sedikit, bahkan dari kalangan orientalis juga ikut mengkaji kekayaan teks Al Quran. Dari kajian barat ini kemudian muncul para sarjanawan muslim yang menghadirkan konsep penafsiran Hermeneutik. Di antara tokoh – tokoh Hermeneutik Al Quran adalah Fadlurrahman, Hassan Hanafi, Muhammad Syahrur, Aminah Wadud, Nasr Hamid Abu Zayd dan sejumlah tokoh hermeneutik lain. Menurut Al Tizni dalam karyanya Al Islam Wa Al – Ashr disebutkan bahwa pemikiran para tokoh tersebut lahir dari para orientalis seperti Roger Garaudy, Ignaz Goldziher, dan sejumlah orientalis lain.
Baca Juga
- Antara Sifat Qudrat dan Nasib Hamba
- Meniti Jalan Islam Moderat ASWAJA di Tengah Badai Fitnah dan Faham Ekstrimis Wahabiyin
- Ramadhan dengan Segala Keistimewaannya
Metodologi Penafsiran (Manhaj at Tafsir)
Menurut KH Afifuddin Dimyati penulis kitab Hidayatul Quran fi Tafsiri al Quran bahwa manhaj penafsiran ada dua, pertama Tafsir bi al Riwayat dan kedua Tafsir bi al Ma’qul. Tafsir bi al Riwayat adalah meliputi Tafsir Al Quran bi Al Quran, Tafsir bi al Hadis an Nabawi , dan Tafsir bi al Atsar as Sahabah, sedangkan Tafsir bi al Ma’qul adalah meliputi Tafsir bi al Lughah, Tafsir Sufi, Tafsir Bathini, dan Tafsir bi ar Ro’yi. Dua metodologi penafsiran yang disebutkan (Tafsir bi al Riwayat dan Tafsir bi al Ma’qul) adalah dua hierarki dasar manhaj penafsiran sejak zaman klasik hingga kontemporer.
Secara terperinci, Tafsir bi al Riwayat ialah sebuah cara penafsiran guna mengungkapkan makna kandungan Al Quran dengan cara menghadirkan hadis nabi, penafsiran sahabat, atau tabiin, yang riwayatnya berkesinambungan terhadap ayat – ayat Al Quran. Kendatipun Tafsir bi al Riwayat berasaskan naqli bukan aqli, tafsiran dengan metode ini, beberapa tafsirannya juga termasuk bagian dari tafsir ijtihadi (Dzonni), sebab dikarenakan mendudukkan suatu riwayat terhadap sebuah ayat adalah bagian dari metode yang bersifat subjektif dari setiap mufasir. Kitab – kitab yang menggunakan metode ini seperti halnya Tafsir Ibnu Abbas, Jami al Quran fi Tafsir al Bayan li at Thabari, Tafsir al Quran al Adzim li Ibni Kasir dan sejumlah tafsir yang lain.
Sementara Tafsir bi aL Ma’qul adalah tafsir yang berpangkal kepada sumber selain Al Quran, As Sunnah dan qaul sahabat. Termasuk dalam kategori ini adalah tafsir bahasa, tafsir isyari atau sufi, tafsir I’rab, dan penafsiran yang menggunakan logika dalam mengungkap makna Al Quran. Tafsir ini seperti halnya kitab tafsir Al Kasyaf milik Az Zamakhsari, dan tafsir Ibu Arabi karya Muhammad Ibnu Arabi. Termasuk dalam ruang lingkup ini adalah tafsir heremeneutik yang lahir dari kalangan pakar Studi Quran modern.
Terkait pembagian metodologi ini sejumlah pakar Studi Quran memetakan dengan istilah berbeda, sebagian menyebutkan pembagian yang tepat adalah Tafsir bi ar Ra’yi dan Tafsir bi al Ma’tsur (bukan Tafsir bi al Riwayat dan Tafsir bi al Ma’qul) dua istilah tersebutlah yang cukup populer berkembang di khazanah kajian Studi Quran selama beberapa dekade. Bahkan menariknya sebagian pakar menyebutkan bahwa kedua istilah dalam pembahasan ini bukan sebuah manhaj atau metodologi, tetapi bagian dari corak Tafsir Al Quran.
Teknik Penafsiran (Asalib at Tafsir)
Dalam teknik penyajian penafsiran terbagi menjadi empat, pertama Tafsir Tahlili, kedua Tafsir Ijmali, ketiga Tafsir Muqarin, keempat Tafsir Maudhui. Empat penafsiran ini adalah teknik penyajian penafsiran dengan berdasarkan analisis terhadap kitab tafsir yang telah dikaji dari zaman klasik hingga kontemporer.
Pertama ialah Tafsir Tahlili, adalah tafsir yang berusaha mengungkapkan makna ayat – ayat Al Quran dari berbagai seginya secara terperinci, baik dari unsur balaghah, I’jaz, keindahan kalimat, hukum fikih, norma akhlak, serta memperhatikan runtutan ayat Al Quran. Tafsir yang menggunakan teknik ini adalah seperti kitab Tafsir Ar Razi, Az Zamakhsari, Ibnu Kasir, dan sejumlah tafsir yang lain.
Kedua Tafsir Ijmali, ialah penafsiran yang berusaha mengungkapkan makna Al Quran dengan singkat dan global, urutan penafsirannya sama seperti Tahlili akan tetapi lebih singkat. Kitab yang menggunakan teknik penafsiran Ijmali di antaranya adalah Tafsir Jalalain dan Tafsir Marah Labid. Penafsiran dengan teknik Ijmali sangat direkomendasikan untuk dibaca oleh pelajar pemula dalam memahami ayat Al Quran.
Teknik penafsiran yang ketiga adalah Tafsir Muqarin, merupakan sebuah metode penafsiran dengan teknik membandingkan penafsiran ulama’ satu dengan ulama’ yang lain. Tujuan dari metode ini adalah menonjolkan sisi kelebihan dan kekurangan antar mufasir dalam mengungkapkan makna di balik ayat – ayat Al Quran, serta mengungkapkan titik kesamaan dan perbedaan dari keduanya.
Sementara yang keempat adalah Tafsir Maudhui yaitu menafsirkan Al Quran berdasarkan tema, dengan cara memilih ayat Al Quran yang berkaitan dengan tema tersebut, dan ditafsirkan dalam satu judul penafsiran. Contoh kitab tafsir yang termasuk dalam Tafsir Maudhui diantaranya adalah Al Insan Fi Al Quran dan Al Mar’ah fi al Quran karya Abbas Muhammad Aqad, atau ar Ribath fi al Quran dan al Musthalahat al Arba’ah fi al Quran karya Abu al A’lal al Maududi.
Empat teknik penyajian penafsiran yang telah disebutkan, merupakan bagian dari ilmu Ushul at Tafsir. Dalam perkembangannya empat teknik tersebut mengalami perkembangan kajian yang lebih sistematis. Khususnya tafsir muqorin dan maudhui. Dua teknik penyajian penafsiran ini merupakan istilah baru yang ditawarkan oleh ulama’ pasca zaman klasik, kendatipun kenyataannya menurut para pakar Tafsir Maudhui modern, Tafsir Maudhui dipopulerkan sejak abad ke 3 – 4 H oleh Ali bin Ibrahim Al Qumi, akan tetapi pada masa itu belum diformulasikan.
Sementara itu selain dari empat asalib tersebut ada satu tawaran baru dari filsuf berkebangsaan maroko bernama Mohammad Abed Al-Jabiri (W 2010 M), yaitu berupa Tafsir Nuzuli, suatu penafsiran Al Quran dengan berdasarkan kronologis turunnya ayat. Tawarannya ini mempopulerkan kembali yang digagas pendahulunya salah seorang pakar sudi quran berkebangsaan palestina bernama Izzah Darwazah dengan karyanya Tafsir aL Hadis.
Refrence:
Ilmu at Tafsir : Ushuluhu Wamanahijuhu, Al Islam Wa al Ashr, Hukmu at Tafsir wa Aqsamuhu, Heremeneutik Al Quran : Tema Tema Kontroversial.