Manusia “Harus” Berdosa
3 mins read

Manusia “Harus” Berdosa

Oleh : Arfian Andi *)

Secara “teknis” dosa adalah perkara yg menyebabkan kita masuk ke dalam neraka. Semakin banyak dosa seseorang, semakin besar resikonya untuk jatuh ke tempat maha mengerikan itu. Sebaliknya, sedikit dosa dapat mengindikasikan potensi untuk lolos dari api neraka. Allah berfirman;

فَأَخَذَهُمُ اللَّهُ بِذُنُوبِهِمْ [آل عمران : 11]

“Oleh karena itu, Allah menyiksa mereka sebab dosa-dosanya”

‎                          فَكُلًّا أَخَذْنا بِذَنْبِه [العنكبوت : 40]

“Masing-masing dari mereka kami azab karena dosanya” 

Sekali lagi, ini secara “teknis” (Aksiologi).

Meski secara epistemologi dosa ini (dan otomatis pelakunya) memiliki sifat yg buruk dan tercela, tapi manusia tetap “harus” berbuat dosa. Sebab ada tujuan baik dari Tuhan dibalik kehendaknya pada seorang hamba untuk melakukan dosa. Inilah mungkin yang dalam istilah Sudjiwo Tedjo disebut sebagai “Tuhan itu maha Paradoks”.

Salah satu hikmah mengapa manusia “harus” berdosa ialah agar dengan sebab dosa tersebut, manusia bisa bertaubat dengan serius dan sebab taubatnya itulah kemudian Tuhan memasukkannya ke dalam barisan penduduk surga.

Rasulullah bersabda:

إنَّ العبدَ ليذنبُ الذنبَ فيدخلُ بهِ الجنةَ

“Seorang hamba melakukan sebuah dosa, dan sebab dosa itu ia masuk surga” (Jamiush shagir: 2058)

Hikmah berikutnya adalah agar ia tidak merasa bangga (Ujub) dengan amal kebaikannya (لئلا يعجب عن عمله).

Seseorang yang selalu taat dan tidak pernah tergelincir dalam kubangan dosa, dikhawatirkan suatu saat dirinya akan bangga pada amal perbuatannya, dan merasa suci sebab tidak pernah melakukan dosa, sehingga muncullah buih-buih kesombongan dalam hatinya. Demi menyelamatkan orang ini dari sifat kesombongan yg mecelakakan, maka Allah mentakdirkan ia untuk melakukan dosa dan kesalahan. Dan sebab dosa itu, gugurlah semua perasaan bangga, merasa suci dan sombong dari lubuk jiwanya. Selamat lah hatinya.

__________________________

Baca Juga

__________________________

Dalam Majma’uz Zawaid wa Manba’ul Fawaid disebutkan

عن أنس  قال : قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم – : ” لو لم تكونوا تذنبون لخشيت عليكم ما هو أكبر منه : العجب “

Rasulullah bersabda: “Andai kalian tidak berdosa, aku khawatir kalian akan terjatuh ke dalam hal yg lebih buruk dari itu, yaitu Ujub

“Harus” berdosa ini, tentu tidak bersifat inklusif berlaku untuk seluruh manusia. Ini hanya berlaku untuk kelas pemula seperti saya. Kelas orang yg musti “dicambuk” dulu agar bisa terarah menuju arah tujuan yg benar.

Maka apapun bentuk dosa kita pada Tuhan, harus kita jadikan pendorong kita untuk bertaubat dan kembali pada-Nya.  Bukan justru menjadi pendorong untuk “terlajur basah, mandi sekalian” dan putus asa dari rahmat dan ampunan-Nya. Begitulah kurang lebih tujuan Tuhan menjadikan kita berdosa. Agar kita lebih khusyu’ dan khidmat pada-Nya, bukan justru pergi dan menjauh dari-Nya.

لا يَعْظُمِ الذَنْبُ عِنْدَكَ عَظَمَةً تَصُدُّكَ عَنْ حُسْنِ الظَّنِّ باللهِ تَعالى فإنَّ مَنْ عَرَفَ رَبَّهُ اسْتَصْغَرَ في جَنْبِ كَرَمِهِ ذَنْبَهُ

“Jangan sampai terasa bagimu besarnya suatu dosa, dapat merintangimu dari berbaik sangka pada Allah. Barang siapa yg benar-benar mengenal Allah, maka akan menganggap kecil dosanya jika dibandingkan dengan sifat pemurah-Nya

Demikian Ibn Athaillah katakan dalam Al-Hikam-nya.

Pada intinya, kurang-kurangi menghujat kesalahan orang. Karna kita tidak tahu apa kehendak Tuhan dibalik kesalahan tersebut.

Hentikan perilaku diskriminatif pada orang lain sebab dosanya yg terlihat di mata kita. Siapa tau pada malam harinya, air matanya lebih deras dari kita akibat meratapi dosa itu.

Selamat berdosa, selamat kembali pada-Nya!

*) Bali

Author