
Bahtsul Masail IKSABA : Asuransi Pijar Sebagai Motif Bisnis Perbankan dan Analisis Hukum Ekonomi Syariah
Istilah asuransi di zaman modern pada mulanya diterapkan oleh perusahaan asuransi. Karena sejak awal didirikan sebagai perusahaan, maka tujuan utamanya tentu bersifat komersial. Di antara sekian banyak jenis asuransi modern, salah satunya adalah Asuransi Pijar, yang dikelola oleh PT BRI Asuransi BRI Life. Asuransi Pijar merupakan asuransi jiwa yang mencakup perlindungan kesehatan, kecelakaan, dan kematian.
Dalam Islam, asuransi belakangan disebut ta’min. Jika ditelusuri dalam kitab-kitab turats, khususnya pada masa klasik, istilah ta’min tidak ditemukan sebagai sebuah terminologi akad. Hanya ada sedikit literatur klasik yang mengarah pada konsep ta’min, yaitu akad ibahah, tetapi dalam konteks yang berbeda dan jauh dari konsep asuransi modern.
Hukum asuransi modern sendiri telah disepakati keharamannya. Hasil Muktamar NU menetapkan bahwa asuransi modern mengandung qimar, gharar, dan riba, sebagaimana diputuskan dalam Muktamar ke-14 NU tahun 1939 dan Munas Alim Ulama tahun 1960. Keputusan Muktamar NU tersebut tentu telah menjadi konsensus fikih yang patut dijadikan pedoman, sebagaimana rumusan fikih dalam kitab-kitab turats.
Seiring berjalannya waktu, asuransi kembali dikaji ulang karena kebutuhan zaman dan perlunya Islam hadir sebagai solusi. Pada tahun 2006, Munas Alim Ulama NU menetapkan kebolehan asuransi dengan menawarkan konsep yang berbeda, yang kemudian dikenal sebagai asuransi syariah. Keputusan terakhir NU ini didukung oleh fatwa dari forum internasional, sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Wahbah az-Zuhaili dalam Fiqh al-Islami, yang menyebutnya sebagai ta’min ta’awuni (asuransi gotong royong).
Dalam Fiqh al-Islami dijelaskan:
وقد أجاز مؤتمر علماء المسلمين الثاني في القاهرة عام 1385هـ/1965م)، ومؤتمر علماء المسلمين السابع عام 1392هـ / 1972م كلاً من التأمين الاجتماعي والتأمين التعاوني، وهو ما قرره مجمع الفقه الإسلامي في مكة المكرمة عام 1398هـ
Artinya:
Konferensi Ulama Muslim Kedua di Kairo pada tahun 1385 H/1965 M dan Konferensi Ulama Muslim Ketujuh pada tahun 1392 H/1972 M telah membolehkan baik asuransi sosial maupun asuransi ta’awuni (gotong royong). Keputusan ini juga ditegaskan oleh Majma’ al-Fiqh al-Islami di Makkah al-Mukarramah pada tahun 1398 H.
Oleh karena itu, dalam membahas akad asuransi, merujuk pada keputusan Nahdlatul Ulama dan konferensi internasional, terdapat dua konsep:
- Haram, apabila akadnya mengikuti praktik asuransi modern yang bersifat komersial.
- Diperbolehkan, jika akadnya sesuai dengan konsep asuransi syariah, yang berlandaskan prinsip sosial dan ta’awun antaranggota, bukan akad komersial antara perusahaan dan peserta.
Mudahnya praktek Ta’min Ta’awuni yang diperbolehkan disini seperti praktek Rukun Kematian (RKT) di desa atau BPJS yang pernah menjadi perdebatan atas hukum dan ketentuanya.
Baca Juga
- Polemik Zakat : Pembayaran Zakat Melalui Masjid, Sekolah, Ormas dan Kyai Kampung (Bag.1)
- Masih Belum Terlambat, Kiat Berburu Malam Lailatul Qadr
- Dilema Perjodohan: Menyelami Perspektif Islam Antara Cinta, Ketaatan, dan Kebahagiaan
Pola Dan Hukum Asuransi Pijar
Setelah menelaah bagaimana perkembangan asuransi dalam literatur Islam klasik dan kontemporer, maka bisa dikerucutkan bahwa akad Asuransi Pijar yang ditawarkan oleh PT BRI Asuransi BRI Life termasuk pada akad asuransi modern ataukah asuransi syariah yang disebut dengan ta’min ta’awuni?. Disinilah titik fokus kajiannya.
Membawa persoalan Asuransi Pijar yang khusus pada asuransi jiwa, seperti kesehatan, kecelakaan, dan kematian sebagaimana yang telah disebutkan, tentu akan sedikit membuang-buang waktu manakala masih dalam proses mendudukkan pada pembahasan mu’awadhah atau akad lain yang populer di kitab klasik. Ini seolah hanya mengulur waktu dengan mengkaji ulang sesuatu yang telah diputuskan oleh ulama sebelumnya.
Sementara yang penting dibahas adalah apakah Asuransi Pijar ini termasuk konsep asuransi modern ataukah asuransi syariah yang disebut ta’min ta’awuni. Apabila ternyata konsepnya termasuk asuransi modern, maka hukumnya haram. Namun, diperbolehkan apabila pola Asuransi Pijar sesuai dengan konsep asuransi syariah. Seharusnya ini yang ditashawurkan dan diperdebatkan, bukan beralih ke pembahasan tentang wakalah, mu’awadhah, dan sebagainya, karena sudah ada rumusan terkahirnya. Kecuali jika Asuransi Pijar menaungi asuransi dagang dan risiko kerusakan barang, yang mungkin bisa diperdebatkan lebih lanjut.
Tabik