Anjuran Pengembangan Sains dalam Al-Qur’an
2 mins read

Anjuran Pengembangan Sains dalam Al-Qur’an

Sains adalah ilmu yang mempelajari alam dan sosial. Mulai dari penciptaan, peredaran, gerakan dan lainnya. Termasuk dari sains adalah pengetahuan tentang etika sosial. Tulisan ini fokus pada poin pertama, yaitu ilmu yang berkaitan dengan alam. Mempelajari alam adalah hal yang anjuran seraca kolektif (fardu kifayah), apabila di setiap negara atau bahkan dunia tidak ada yang mempelajarinya maka secara fikih menghukumi semua manusia itu bersalah. Allah berfirman:


قل انظروا ماذا في السماوات والأرض

Katakanlah Muhammad, ” Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi (Yunus 101).


Ayat ini mendorong manusia untuk mengamati kejadian alam yang terjadi di langit dan di bumi. Kalimat perintah ini sebelum ada hal yang memalingkan dari makna asalnya yaitu anjuran, berarti mempelajari ilmu alam itu hukumnya dianjurkan atau bisa jadi sebuah keharusan.

Yang perlu diperhatikan bahwa belajar tafsir Ilmi di bidang sains, tidaklah mudah. Karena mufasir dituntut untuk meng observasi kejadian alam semesta, artinya tidak berhenti pada memahami teks al-qur’an saja dengan tidak memperhatikan kejadian alam secara langsung atau dibantu para pakarnya. Oleh karena itu, apabila ada pembelajar tafsir yang merumuskan hasil tafsir ilmi di bidang sains bermodal teks al-qur’an tanpa meng observasi kejadian alam di sekitarnya, maka dapat dipastikan hasil tafsirannya akan keliru. Karena al-qur’an membicarakan sains pada dasar-dasarnya saja, tidak menjelaskan secara detail dan mendalam.

__________________________

Baca Juga

__________________________

Hal ini sama dengan seseorang yang ingin belajar shalat tanpa belajar hadis, sedangkan al-qur’an tidak menjelaskan secara rinci bagaimana praktik shalat itu dilakukan, maka hasil tafsirnya dapat dipastikan keliru dan tidak tepat, bahkan besar kemungkinan praktik shalatnya tidak mirip dengan praktik yang telah docontohkan oleh Rasulullah Saw.

Wal hasil, ada dua hal yang harus dilalui oleh seorang mufasir apabila hendak menafsirkan ayat-ayat kawniyah, pertama harus mengetahui apa saja yang dibutuhkan untuk memahami teks al-qur’an seperti ilmu bahasa al-qur’an/ arab, ilmu sejarah atau asbabun nuzul, ilmu ushul fiqh dan lainnya. kedua, dia hendaklah berkolaborasi dengan pakar sanis itu sendiri, apabila dirinya belum menguasai ilmu itu yang berkaitan dengan fenomena alam.

Berbaya sekali apabila seseorang membangun argument tafsir ilmi dengan persepsi dirinya sendiri tanpa melibatkan langkah observasi alam dengan alat yang canggih dan dengan bantuan pakarnya, karena bisa jadi para cendekiawan non muslim menganggap bahwa al-qur’an tidak tepat meng-ilmiahkan kejadian alam ini, karena tidak sesuai fakta hasil observasi yang mereka lakukan. padahal yang keliru adalah hasil kesimpulan dari penafsir tersebut, kesalahan bukan terletak pada ayat ayat al-qur’an itu sendiri.

Wallauhu a’lam bi al-sawab.

Author