Jawaban Imam Abul Hasan Al-Asy’ari Ketika Dihujat Karena Berbaur Dengan Ahlul Bid’ah
Sekte Mu’tazilah sangat berkembang pesat pada saat khilafah abbasiyah dipimpin oleh Al-Makmun dan Mu’tasim. Pada masa inilah seluruh jajaran pemerintahan mulai dari qadi, mufti, pemberi saksi pasti meyakini bahwa Al-quran (sebagai sifat yang melekat pada dzat Allah) merupakan sesuatu yang hudust.
Sosok ahlul hadis yang bernama Imam Ahmad bin Hanbal merupakan tokoh yang sangat diburu oleh penguasa karena keteguhannya dalam mempertahankan keyakinan Ahlussunnah wal Jamaah. Dalam suatu riwayat, beliau (Ahmad bin Hambal) mendapatkan hukuman cambuk hingga pingsan disebabkan oleh pendapatnya bahwa Al-Quran tidak memiliki titik Awal (Qadim).
Mu’tazilah mendominasi kekuasaan bukan berarti menunjukkan terhadap lemahnya argumen yang dimiliki oleh kalangan Ahlussunnah Wal Jamaah, melainkan karena memang kalangan sunni pada masa tersebut enggan berbaur dan bertatap muka dengan ahlul bid’ah seperti mu’tazilah. Dimasa ini kalangan sunni hanya menyajikan argumen yang tertulis atau terbukukan, tidak dengan berdebat didepan penguasa melawan ahlul i’tizal.
Sejarah mengatakan, bahwa khalifah Al-Ma’mun sangat gemar melihat pertandingan argumen dari seluruh sekte islam, kemudian siapa yang menang dan dianggap kokoh maka keyakinan itulah yang dianggap sebagai kebenaran sehingga seluruh rakyat dan jajaran pemerintahan wajib meyakininya.
Hingga lahirlah sosok yang bernama Abu Hasan Al-Asy’ari. Beliau marupakan jebolan dari sekte mu’tazilah yang bertaubat karena menyadari bahwa argumen mereka (Mu’tazilah) berada di atas pondasi yang keropos. Pada saat inilah, beliau (Abu Hasan) sangat aktif menyuarakan kebenaran dan menantang seluruh kalangan ahlul bid’ah dalam majelis perdebatan. Penolakan Abu Hasan bukan hanya terbatas pada perdebatan seacara lisan saja, melainkan penulisan juga digencarkan oleh beliau karena memang betu-betul bertujuan untuk menyuarakan kebenaran.
Dalam kondisi beliau (Abu Hasan) yang hobi berdebat hanya karena ingin menunjukkan bahwa argumen musuh sangat mudah untuk diruntuhkan dan bertujuan menampakkan kebenaran, ternyata seorang yang sama sama berfaham sunni melontarkan kritik tajam kepada beliau (Abu Hasan) dengan berkata “kenapa engkau duduk bersama dan bercampur dengan ahlul bid’ah, padahal anda diperintah agar meninggalkan mereka dan tidak mengobrol satu majelis bersamanya?. Kemudian beliau (Abu hasan ) menjawab dengan tegas “mereka (sekte Mu’tazilah) merupakan sosok yang sedang memiliki wilayah kepemimpinan, mereka tempatnya ada di istana negara, jika saya tidak menghampiri dan mengunjungi mereka dan sacara otomatis mereka tidak akan pernah mengunjungi saya, maka bagaimana cara menyadarkan mereka bahwa kebenaran yang sebenarnya bukan seperti yang mereka yakini, dan bagaimana cara menyampaikan kepada khalifah bahwa ahlussunnah wal jamaah juga memiliki argumen tangguh yang berada di atas podasi yang tidak mudah roboh?”
Pelajaran yang dapat dipetik dari kisah ini adalah: jika diri kita memiliki keyakinan mampu menghadapi orang-orang yang fasiq, maka tidak don’t problem kita satu majelis dengan mereka. Namun sebaliknya, jika kita meragukan diri kita sendiri akan keteguhan berada dalam jalan kebenaran dengan artian jika duduk bersama orang yang salah dihawwatirkan akan tertarik dan terkontaminasi oleh kesalahan mereka, maka lebih baik hindari saja.
Refrensi:
Jauharatut Tauhid : Imam Al-Bajuri dan Tabyinu Kadzibil Muftari : Ibnu ‘Asakir
3 thoughts on “Jawaban Imam Abul Hasan Al-Asy’ari Ketika Dihujat Karena Berbaur Dengan Ahlul Bid’ah”
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.
Mantap dan moderat
Ilmu padi 🌾🌾
Imam abu Hasan mengajar kan bahwa kebenaran harus di suarakan:).