Watak Manusia Yang Berhubungan Dengan Kondisi Ekonomi menurut Imam Fakhruddin ar-Razi
Orang-orang yang memiliki nasab mulia biasanya sangat mengagungkan kehormatan. Dalam berbagai hal, mereka banyak mengikuti tradisi para pendahulu mereka. Dalam anggapan mereka-sebuah anggapan yang salah kaprah-semakin lama usia sebuah tradisi, semakin baik dan sempurnalah tradisi itu. Itulah sebabnya, mereka suka mengunggulkan diri di depan orang banyak dan bersikap jemawa.
Kebiasaan mereka mengagungkan diri di hadapan orang dan kebiasaan mengikuti akhlak mulia para leluhur terkadang mendorong mereka memiliki sikap bijaksana. Namun, banyak diantara mereka yang kemudian mengabaikan semua warisan mulia itu. Kondisi itu terjadi karena sombong dan sikap gemar mengunggulkan diri di hadapan orang kebanyakan. Merekapun menjadi pribadi yang tidak suka bersusah payah belajar, mempelajari adab, dan juga tidak suka mempelajari berbagai hal bermanfaat yang dapat memperbaiki beragam hal penting dalam kehidupan. Itulah sebabnya pada akhirnya mereka menjadi orang-orang yang lemah (ilmu) dan melarat (melarat bergaul dan lainnya, bahkan melarat harta).
Akhlak dan perilaku orang-orang kaya adalah sebagai berikut:
Pertama: orang-orang kaya memiliki kebiasaan ingin menguasai orang banyak, menganggap remeh kaum jelata dan meyakini bahwa merekalah orang-orang terbaik karena mereka mampu meraih segala bentuk kebaikan, padahal al-Qur’an mengatakan bahwa tolok ukur kemulian seseorang bukan hanya karena memiliki harta akan tetapi sikap takwa khususnya dalam membelanjakan harta. Dengan harta yang mereka miliki, mereka mendapatkan semua yang mereka inginkan, seakan-akan mereka memiliki segala sesuatu. Ketika meyakini bahwa mereka dapat meraih semua kesempurnaan itu, mereka terbentuk menjadi pribadi-pribadi yang menyukai pujian dan sanjungan.
__________________________
Baca Juga
- Al-Quran dan Realitas Empiris : Upaya Mengambil Jalur Tengah dari Dua Metodologi Penafsiran
- Mengenal Ilmu Studi Quran : Dari Zaman Klasik Hingga Kontemporer
- Mendidik dengan Hati, Cinta dan Doa Ala Rasulullah Saw
- Mengurai Keutamaan 10 Hari Bulan Dzulhijjah dalam Al-Quran dan Hadits
- Dilema Perjodohan: Menyelami Perspektif Islam Antara Cinta, Ketaatan, dan Kebahagiaan
- Masih Belum Terlambat, Kiat Berburu Malam Lailatul Qadr
- Antara Pengetahuan Konseptif dan Asensif
__________________________
Kedua: orang-orang kaya selalu menganggap bahwa orang lain selalu merasa iri terhadap mereka sebab merekalah para pemilik kesempurnaan. Dalam pepatah Arab dikatakan, “Setiap yang memiliki nikmat selalu didengki.”
Ketiga: orang-orang kaya di zaman dahulu selalu menjadi orang-orang yang lebih mulia daripada orang-orang yang kaya belakangan. Itulah sebabnya Amirul mukminin Ali k.w berkata, “Hendaklah kalian menjadi perut-perut yang kenyang kemudian lapar, karena sesungguhnya pengaruh kemuliaan didalamnya akan selalu kekal. Jangan sampai kalian menjadi perut-perut yang lapar kemudian kenyang. Karena sesungguhnya tanda-tanda kejahatan kekal di dalamnya.
Penyebabnya ialah kemiskinan yang lebih dahulu terjadi sehingga mereka menjadi sangat tamak untuk memiliki harta dan bersikap kikir di saat mereka benar-benar memiliki harta. Tanda-tanda kejahatan pun kian membesar. Akan tetapi kadang juga orang yang sejaki lahir menjadi orang kaya, tidak pernah mengalami kemiskinan menjadikan pribadinya lupa daratan dan tidak menggap orang yang miskin sebagai manusia.
Artinya, harta itu terkadang membuat orang semakin baik dan dekat dengan tuhan seperti Nabi sulaiman, kadang pula harta menjadi penyebab murkanya Allah padanya seperti qarun. Kaya apabila dijalani dengan rasa syukur dan miskin apabila dijalani dengan usaha dan sabar itulah yang terbaik. Jangan merencanakan untuk merubah akan tetapi berencanalah dan berusahalah untuk cukup dan bermanfaat pada diri dan orang lain, insyaAllah akan dihantarkan kepada kehidupan yang berkah dan nyaman, yang tentunya tetap akan mendapatkan ujian dan tantangan selama hidup di dunia.
Keempat: orang-orang kaya adalah orang-orang yang paling banyak melakukan kezaliman secara terang-terangan. Penyebabnya adalah keyakinan bahwa harta yang mereka miliki dapat melindungi mereka dari kuasa orang lain untuk mengekang dan melarang mereka.
Kelima: harta adalah sumber kekuatan. Di tangan orang yang jiwanya baik, harta akan menjadi kekuatan dan menambah kebaikannya. Akan tetapi, Ketika harta ada di tangan jiwa yang jahat, harta yang banyak akan menjadi jalan bagi bertambahnya kejahatan. Karena itu, orang shaleh, sebaiknya dialah yang memegang harta untuk kepentingan umat. Boleh juga orang shaleh memilih harta secukupnya saja, agar dapat dilihat oleh umat bahwa tidak bergelimpangan harta asalkan selalu berbaik kata, Langkah dan bahkan berbaik sangka akan tetap mulia dan terhormat.
Karena syahwat dan akhlak tercela lebih banyak dimiliki perempuan daripada laki-laki, tak ayal Allah menajadikan jatah bagian Wanita lebih sedikit atas harta warisan yang diterima laki-laki. Karena sebaiknya hart aitu dipegan oleh laki-laki yang mayoritas lebih loman daripada perempuan.
Orang-orang yang hidup senang dan berkelimpahan harta biasanya memiliki akhlak gemar menikmati berbagai macam kesenangan, memiliki tingkat kepedulian yang rendah, sangat mencintai Allah dan selalu bergantung kepada-Nya serta selalu bertawakkal. Semua sifat itu muncul karena mereka mendapatkan rezeki dengan mudah dan tidak perlu kerja keras untuk mendaptkan harta. Wallahu A’Lam
Referensi: al-Firasah Imam Fakhruddin ar-Razi