Kisah Perempuan Cantik Saat Suami di Tanah Rantau
7 mins read

Kisah Perempuan Cantik Saat Suami di Tanah Rantau

Alkisah, di kalangan Bani Israil terdapat seorang perempuan cantik jelita. Perempuan ini adalah istri dari seorang hakim. Pada suatu ketika, sebagian hakim Bani Israil hendak melaksanakan haji, salah satunya adalah suami dari perempuan cantik tersebut.

Ibadah haji di kalangan Bani Israil pada masa itu memiliki beberapa pendapat. Sebagian mengatakan bahwa haji dilakukan di Ka’bah sebagaimana syariat Nabi Muhammad, karena Ka’bah telah dibangun sejak masa Nabi Ibrahim. Sementara itu, sebagian lain berpendapat bahwa ibadah haji bagi Bani Israil dilakukan di Kuil Sulaiman, yang disebut ibadah Hagg atau Chag. Secara semiotik, istilah Hagg dalam bahasa Semit memiliki sedikit kesamaan dengan haji.

Kepergian untuk melaksanakan ibadah haji menyisakan rasa khawatir dalam diri sang suami karena harus meninggalkan istrinya sendirian di rumah. Untuk mengurangi kekhawatiran itu, ia meminta saudaranya untuk menemani sang istri, dengan harapan ada yang menjaganya. Akhirnya, suami perempuan itu pun berangkat menunaikan ibadah haji bersama para jamaah lainnya. Karena pada masa itu perjalanan haji belum menggunakan pesawat, tentu perjalanannya memakan waktu lama untuk kembali pulang.

***

Baca Juga

***

Perjalanan haji sang suami yang cukup lama menyisakan kisah yang sangat mengharukan dan dramatis bagi sang perempuan di rumahnya. Saudara dari suaminya tidak menjalankan amanah dengan baik. Alih-alih menjaga istri saudaranya, ia justru berbuat buruk terhadap iparnya. Kecantikan wajah perempuan tersebut membuatnya tidak mampu menahan nafsunya.

Pada suatu ketika, ia menggoda perempuan itu dan meminta agar menuruti keinginannya untuk berzina. Namun, dengan kekuatan iman, sang perempuan menolak.

“Takutlah kepada Allah, dan janganlah engkau berkhianat kepada saudaramu,” ujar perempuan itu dengan teguh.

Peringatan dari sang perempuan tidak membuatnya sadar. Justru ia semakin memaksa dan merancang cara agar iparnya tidak bisa menolak. Saat kebingungan mencari cara, datanglah seorang iblis yang telah menyamar sebagai seorang laki-laki dan mendekatinya.

“Datangilah perempuan itu, kemudian ancam dia! Katakan bahwa engkau akan menghadirkan saksi palsu yang akan bersaksi bahwa dia telah berzina, sehingga ia akan dirajam, kecuali jika ia menuruti keinginanmu,” kata iblis yang menyamar sebagai laki-laki tersebut.

Mendapat saran itu, saudara suaminya segera kembali menemui istri kakaknya. Ia menggoda dan memaksanya dengan ancaman sebagaimana yang disarankan oleh iblis tadi. Namun, dengan keteguhan iman, perempuan itu menjawab,

“Silakan lakukan apa yang kau ancam kepadaku itu!” tegasnya menolak.

Karena amarahnya, saudara suaminya spontan membuat kesaksian palsu dan menuduhnya berzina. Tanpa merasa bersalah, ia pun memprovokasi orang-orang untuk merajam perempuan itu.

***

Eksekusi hukuman rajam kepada perempuan yang dituduh berzina berlangsung hingga malam hari. Ketika malam semakin larut, tidak ada lagi orang-orang yang menyaksikan atau ikut merajamnya.

Di tengah malam yang sunyi, seorang laki-laki tampan lewat di tempat eksekusi. Ia mendengar rintihan tangisan perempuan itu. Merasa iba, laki-laki tersebut berinisiatif menolongnya dan membawanya ke rumahnya.

Setelah beberapa hari dirawat, sang perempuan mulai pulih dan kembali melakukan aktivitas sehari-hari. Ia sangat bersyukur atas pertolongan laki-laki itu. Namun, cobaan belum berakhir.

Pada suatu hari, beberapa teman laki-laki tampan itu datang bertamu ke rumahnya. Tanpa sengaja, mereka melihat perempuan cantik tersebut. Hal ini menimbulkan niat buruk di hati mereka. Saat pemilik rumah sedang tidak ada, mereka mencoba menggoda dan memaksanya untuk menuruti keinginan mereka.

Namun, sebagaimana sebelumnya, perempuan itu menolak dengan tegas. Penolakan ini membuat mereka marah, hingga berencana menyembelihnya.

Pada suatu malam, salah seorang dari mereka menyelinap masuk ke dalam rumah dengan membawa senjata tajam. Ia langsung menuju kamar dan melakukan penyembelihan.

***

Namun, tanpa disengaja, yang terbunuh bukanlah perempuan itu, melainkan anak dari pemilik rumah yang sangat disayanginya.

Saat mengetahui hal itu, lelaki pemilik rumah merasa sangat sedih. Namun, karena tidak tahu siapa pelakunya, ia justru mengira bahwa penyebab dari semua ini adalah perempuan asing yang telah ia bantu.

Tanpa pikir panjang, lelaki tampan itu mengambil beberapa dirham, memberikannya kepada sang perempuan, dan mengusirnya.

“Keluarlah kamu dari rumah ini!” ujarnya dengan marah.

Perempuan itu pun pergi dengan membawa uang tersebut.

Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan seorang laki-laki yang terlilit utang. Melihat keadaan itu, ia pun memberikan uang dirham yang ia miliki untuk melunasi utang laki-laki tersebut.

Merasa sangat berterima kasih, laki-laki itu berkata,

“Terima kasih banyak. Mulai sekarang, aku berikrar bahwa aku adalah budakmu!”

***

Mereka pun berteman. Namun, setelah beberapa waktu, laki-laki itu tergoda oleh kecantikan perempuan tersebut. Ketika mereka berjalan di pinggir pantai, ia mencoba menggoda dan memaksanya.

Namun, perempuan itu kembali menolak dan berkata,

“Ini ternyata balasanmu kepadaku?” ujarnya penuh kemurkaan.

Karena keinginannya tidak terpenuhi, laki-laki itu pun berniat menjualnya. Saat melihat seorang pedagang dengan kapal di tepi pantai, ia berkata,

“Aku punya budak perempuan cantik. Aku ingin menjualnya.”

Pedagang itu melihat perempuan tersebut dan langsung tertarik. Tanpa berpikir panjang, ia menyerahkan 300 dinar sebagai bayaran.

Saat itu juga, sang perempuan berteriak,

“Tidak! Aku orang merdeka, bukan budak!”

Namun, pedagang kaya itu tidak peduli. Ia tetap membawa perempuan itu ke dalam kapalnya.

***

Pada suatu malam di atas kapal, sang pedagang mulai mendekati perempuan itu, tangannya meraba sang perempuan.

“Takutlah engkau kepada Allah!” seru perempuan itu menolak.

Pedagang itu marah dan langsung memukulnya. Namun, seketika itu juga, badai besar menerjang kapal. Ombak ganas menghantam kapal hingga membuatnya kehilangan keseimbangan dan tenggelam perlahan.

Allah menjaga perempuan itu. Ia selamat dan terdampar di sebuah pantai. Kabar penemuannya sampai kepada seorang raja yang baik dan bijaksana. Saat dihadapkan kepada sang raja, perempuan itu menceritakan semua kejadian tragis yang menimpanya.

Mendengar kisahnya, raja memberikan tempat khalwat khusus untuknya agar bisa beribadah dengan tenang. Hari demi hari, namanya semakin dikenal karena ketaqwaan dan kesalehannya. Diceritakan bahwa siapa pun yang sakit dan didoakan olehnya, akan segera sembuh.

Kabar tentangnya pun sampai ke negeri asalnya, tempat di mana ia pernah didzalimi.

***

Di sisi lain, suaminya telah kembali dari ibadah haji. Namun, ia tidak menemukan istrinya di rumah. Ia diberitahu bahwa istrinya telah dirajam karena berzina.

Saat mencari tahu kebenarannya, ia mendapati bahwa saudaranya kini buta. Atas saran beberapa orang, ia pergi ke negeri seberang untuk meminta doa dari seorang perempuan salehah yang masyhur. Di perjalanan bertemu dengan beberapa orang yang hendak bertujuan sama, menuju ke perempuan salihah di negeri sebrang. Kelak ternyata orang- orang itu adalah yang pernah dzalim kepada istrinya yang dalam keadaan berpenyakit.

Di negeri seberang, suaminya akhirnya tiba untuk mencari perempuan salehah yang terkenal dengan doa-doanya yang mustajab. Di perjalanan, ia bertemu dengan beberapa orang yang juga hendak menemui perempuan tersebut, tanpa ia sadari bahwa mereka adalah orang-orang yang dulu telah menzalimi istrinya.

Sesampainya di sana, betapa terkejutnya sang suami ketika mengetahui bahwa perempuan yang selama ini dicari adalah istrinya sendiri. Keajaiban pun terjadi setiap orang yang telah menzaliminya satu per satu mengakui perbuatan mereka dan menerima balasan dari Allah.

Dengan penuh haru, suami dan istri itu kembali dipertemukan setelah melewati berbagai ujian. Kebenaran akhirnya terungkap, dan kehendak Allah menunjukkan bahwa siapa yang bersabar dan bertakwa, niscaya akan mendapat pertolongan dan keadilan di waktu yang tepat.

Disadur dari Kitab Jawahir Al-Lu’luiyyah fi Syarahi Al-Arbain Al-Nawawiyah

Author