Rasulullah: “Aku Tidak Akan Pergi”
2 mins read

Rasulullah: “Aku Tidak Akan Pergi”

Kisah sahabat yang gelisah, kemudian menjadi tenang karena Sabdah Rasulullah ﷺ .

Dari Khuwat bin Jubai: Suatu Ketika kami tiba di kota Dzahran, sebuah daerah di dekat Mekah, Bersama Rasulullah ﷺ, aku keluar dari tenda, kulihat para perempuan yang sedang ngobrol asyik sekali, aku tertarik, ku kenakan baju dan datang duduk Bersama mereka.

Rasulullah tiba-tiba datang dan memanggilku. “Abu Abdillah!”, aku segera menghampiri Rasulullah dan bergabung dengan yang lain, “Wahai Rasulullah,  unta saya tadi berontak. Saya pergi mencari tali untuknya,” kataku berbohong.

Rasulullah berlalu dariku dan pergi berwudhu. Beliau Kembali lagi, sedangkan air masih merembes di wajahnya. “Abu Abdillah, bagaimana kabar untamu yang berontak itu?”, kata beliau.

Kami pun berangkat. Setiap kali Rasulullah bertemu denganku, beliau selalu berkata, “Abu Abdillah, bagaimana kabar untamu yang berontak itu?”, melihat itu semua, aku mempercepat jalanku ke Madinah.

Aku tidak pernah lagi datang ke masjid, dan menjauhi majelis-majelis Rasulullah ﷺ, setelah agak lama, aku datang ke Masjid. Rasulullah ﷺ datang, ia shalat dua rakat. Aku berlama-lama dalam shalat, berharap beliau akan pergi dan meninggalkan aku. Tapi beliau berkata, “Berlama-lamalah sepuasmu, wahai Abu Abdillah. Aku tidak akan pergi sebelum kamu selesai.”

________________

Baca Juga

________________

Aku berkata dalam hati, “Demi Allah, aku harus meminta maaf pada Rasulullah, aku harus melapangkan dadanya, menjaga perasaanya. Aku harus jujur.

Katika aku selesia shalat, Rasulullah langsung menyapaku, “Assalamu’alaykum, wahai Abu abdillah.  Bagaimana kabar untamu yang berontak itu?”

“Demi Tuhan yang mengutus engkau, untaku tak pernah berontak. Sejak masuk Islam…”, Jawabku

“Jika begitu, semoga tuhan memberkatimu…” ujar Rasulullah ﷺ tiga kali.

Sejak itulah, Rasulullah tidak pernah menanyakan hal itu lagi (HR. Thabrani).

Hikmah dibalik kisah

Lihatlah bagaimana Rasulullah terus menjaga para sahabatnya agar senantiasa jujur, Rasulullah terus menekan sahabatnya yang pernah berbohong agar jujur, dan lihatlah kegelisahan sahabat itu karena kebohongannya, dai merasa lega setelah meminta maaf kepada Rasulullah ﷺ yang telah dibohongi. Kebohongan berakibat kegelisahan dalam hari.

والإثم ما حاك في صدرك وكرهت ان يطلع عليه الناس

Dosa merupakan apa yang membuat hatimu gelisah dan kamu tidak suka apabila hal itu diketahui orang lain.[1]


[1] Madji Muhammad Al-Syahawi, Mawaqif Dlahika Fina al-Rasul wa Sahabah, (2010, Dar al-Fajr Li al-Turats, kairo, Mesir)

Author