Dilema Perjodohan: Menyelami Perspektif Islam Antara Cinta, Ketaatan, dan Kebahagiaan
Ketika berbicara tentang taat kepada orang tua, seringkali hati dan rasa cinta menjadi poin yang terlewatkan. Kisah seorang yang terpaksa dijodohkan menghadirkan dilema yang rumit antara kewajiban, ketaatan kepada orang tua dan kebahagiaan pribadi.
For example!! sebut saja Aliyah, seorang wanita muda yang hidup dalam budaya di mana perjodohan masih sangat kuat, menemukan dirinya dalam situasi yang sulit. Meskipun hatinya tak pernah bergetar untuk calon suaminya, dia merasa tertekan oleh harapan orang tua dan norma-norma sosial yang mengikatnya.
_______
Kewajiban dan Ketaatan
Dalam Islam, ketaatan kepada orang tua dianggap sebagai salah satu kewajiban yang sangat penting. Al-Qur’an secara jelas menyatakan :
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al-Isra: 23)
Ketaatan kepada orang tua tidak hanya mencakup tindakan fisik, tetapi juga sikap batiniah yang penuh dengan penghormatan, kasih sayang, dan perhatian. Namun, penting untuk diingat bahwa ketaatan kepada orang tua tidak boleh melanggar prinsip-prinsip agama atau mengabaikan hak-hak individu.
_______
Perspektif Hukum Islam
Dalam Islam, kewajiban taat kepada orang tua dianggap sangat penting. Namun, juga diakui bahwa perkawinan harus didasarkan pada kesepakatan dan rasa cinta. Dalam kasus Aliyah, dia berada di antara saling bertentangan antara memenuhi kewajiban agama dan menghormati hatinya sendiri.
Menurut hukum Islam, perjodohan harus didasarkan pada kesepakatan kedua belah pihak. Jika seseorang terpaksa dijodohkan tanpa kesepakatan, itu bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam yang mendorong kesetaraan dan keadilan dalam perkawinan. Sesuai redaksi Hadist berikut :
عن أبي هريرة رضي الله عنه، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: “لا تنكح الفتاة حتى تستأذن ولا تنكح المرأة حتى تستأذن صحيح البخاري، كتاب النكاح، باب فضل إذن النساء وإثبات النكاح لها (رقم الحديث: 513
“Telah diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Tidak boleh menikahkan seorang gadis hingga ia memberikan izin (kepada wali yang sah) dan tidak boleh menikahkan seorang wanita hingga ia memberikan izin (kepada wali yang sah).”
“والنكاح بالرضا ولا يجوز برضا ولي على البكرية قول شيخ الإسلام والحافظ وما بعدهما وقال الحافظ من غير عارض يعتبر” : الإقناع في حل ألفاظ أبي شجاع – الإمام الحرمين الجويني82، دار الفكر
“Pernikahan didasarkan pada ridha (persetujuan), dan tidak boleh dilakukan dengan ridha wali atas seorang gadis.” Ini adalah pendapat Syaikhul Islam, Hafizh, dan para ulama setelah keduanya. Hafizh mengatakan bahwa tanpa ada penolakan, itu dianggap memadai.
Juga menurut madzhab Syafii sebagaimana keterangan yang terdapat dalam kitab Kifayah al-Akhyar yg saya kutib dari laman nu.or.id (NU ONLINE) dikatakan sebagai berikut:
ويستحب أن تستأذن البالغة للخبر
“Dan disunnahan dimintai izinnya gadis yang sudah dewasa karena adanya hadits (yang menjelasakan hal itu)”. (Taqiyyuddin al-Husaini al-Hushni, Kifayah al-Akhyar fi Halli Ghayah al-Ikhtishar, Surabaya-Dar al-‘Ilm, juz, 2, h. 44)
Baca Juga
- Ramadhan Bulan Al-Qur’an
- Tasawwuf ala Alumni Pesantren
- Ramadhan dengan Segala Keistimewaannya
- Ramadhan Bulan Doa
Maksudnya adalah bahwa disarankan bagi seorang ayah untuk meminta izin dari anak perempuannya yang sudah dewasa sebelum menjodohkannya. Pendapat ini didasarkan pada hadis yang menyatakan:
والبكر تستأمر وإذنها صماتها – رواه مسلم
“Dan perempuan yang masih gadis (sebaiknya) dimintai izin, sedangkan izinnya adalah keterdiamannya” (H.R. Muslim)
Hal ini juga pernah dibahas dalam Muktamar ke-5 di Pekalongan pada tanggal 7 September 1930. Hasil keputusan tersebut membolehan, tetapi makruh, sepanjang tidak ada kemungkinan akan timbulnya bahaya. Keputusan ini didasarkan kepada kitab Tuhfah al-Habib :
أما مجرد كراهتها من غير ضرر فلا يؤثر، لكن يكره لوليها أن يزوجها به كما نص عليه في الأم ويسن استئذان البكر إذا كانت مكلفة لحديث مسلم. (والبكر يستأمرها أبوها) وهو محمول على الندب تطييبا لخاطرها.
“Adapun sekedar ketidaksukaan wanita tanpa hal yang dharuri (terpaksa), maka tidak berpengaruh, (terhadap keabsahan perkawinan), akan tetapi dimakruhkan bagi walinya untuk mengawinkannya sebagaimana yang ditegaskan dalam kitab al-Umm. Disunatkan meminta izin kepada perawan jika memang sudah dewasa berdasarkan hadis Muslim: “seorang ayah harus meminta persetujuan dari anaknya yang masih perawan”. Hadis ini dipahami sebagai “sunnah” demi menghargai perasaan”.
Jika permintaan izin atau persetujuan seorang ayah kepada anak gadisnya merupakan sebuah anjuran agama, maka selanjutnya dijelaskan dalam kitab Kifayah al-Akhyar bahwa izin dari seorang gadis dewasa diperlukan jika yang akan menikahkan adalah wali selain ayah atau kakek. Ini berarti wali lainnya tidak dapat menikahkan gadis tersebut tanpa persetujuannya.
_______
Dilema Cinta atau taat kepada pilihan orang tua dan Konsep Keseimbangan
Konsep keseimbangan dalam pernikahan mengacu pada pentingnya mencapai harmoni antara berbagai elemen, seperti cinta, ketaatan kepada orang tua, dan kebahagiaan pribadi. Pernikahan yang bahagia tidak hanya didasarkan pada rasa cinta yang tulus antara pasangan, tetapi juga pada ketaatan yang penuh penghargaan kepada orang tua.
Penting untuk dipahami bahwa ketaatan kepada orang tua tidak selalu harus berarti mengorbankan kebahagiaan pribadi atau memilih pasangan hidup yang tidak diinginkan. Dalam Islam, pernikahan diharapkan didasarkan pada kesepakatan dan persetujuan dari kedua belah pihak, termasuk calon pengantin dan orang tua mereka.
Artinya, sementara ketaatan kepada orang tua dihargai dan menjadi bagian penting dari nilai-nilai Islam, kebahagiaan dan persetujuan dari kedua pasangan juga sangat diperhitungkan.
Dengan demikian, konsep keseimbangan dalam pernikahan mengajarkan bahwa sementara ketaatan kepada orang tua penting, kebahagiaan dan persetujuan dari kedua pasangan juga harus dipertimbangkan dengan serius dalam membangun hubungan yang sehat dan bahagia.
Kesimpulannya adalah bahwa dalam sebuah pernikahan, tidak ada jawaban yang mutlak tentang mana yang lebih penting: cinta atau ketaatan kepada orang tua. Yang terpenting adalah menemukan keseimbangan yang tepat antara mengikuti hati dan mematuhi nilai-nilai keluarga dan agama. Dengan komunikasi terbuka, empati, dan kesediaan untuk berkompromi, kita dapat menavigasi dilema ini dengan bijak dan membangun hubungan pernikahan yang kuat dan bahagia.