Berakal Sehat dengan Menghilangkan Kedengkian
Dengki adalah salah satu sifat atau perbuatan yang sangat tercela dalam Islam. Dalam surat al-Falaq ayat 5, Allah menyeru kita agar berlindung dari pada dengkian orang yang tenggelam dalam kedengkian.
Saking parahnya sifat dengki, ada ulama yang menyenandungkan sebuah syair: كل العداوة قد ترجى إزالتها # الا عداوة من عاداك من حسد. Setiap permusuhan seringkali bisa berujung damai, kecuali permususan yang muaranya adalah kedengkian.
Ada sebuah cerita menarik terkait sifat dengki ini. Diceritakan Qabil memiliki saudari kembar bernama Iqlima, ia adalah gadis berwajah cantik nan rupawan. Sedang Habil memiliki saudara kembar bernama Liwadza yang wajahnya tidak begitu menonjolkan kecantikan.
Kesemuanya adalah anak dari Adam dan Hawa. Sesuai perintah Allah swt, Adam diminta untuk menikahkan Qabil dengan Liwadza dan menikahkan Habil dengan Iqlima. Jelas saja, Qabil tidak terima atas perjodohan ini, ia merasa dirinya lebih pantas untuk menikahi Iqlima yang berwajah rupawan daripada Habil.
Baca Juga
Qabil pun mengajukan sebuah protes yang pada akhirnya berujung pada sebuah kesepakatan, antara Qabil dan Habil harus melaksanakan korban. Sesiapa saja yang korbannya diterima maka ialah yang layak menikahi Iqlima.
Qabil melaksanakan korbannya dengan gandum terjelek miliknya. Qabil memang seorang petani. Adapun Habil pekerjaannya adalah peternak. Maka ia pun berkorban sebuah unta namun yang berkualitas super.
Pada akhirnya, korban yang diterima adalah korban yang dilaksanakan Habil. Secara akal sehat memang demikian seharusnya, Habil mengorbankan harta terbaiknya. Qabil malah main-main dengan harta terburuknya.
Namun apalah daya seorang Qabil yang kadung dikuasai oleh kedengkian. Bukannya menerima kenyataan, ia malah mengancam untuk membunuh Habil. Sebagaimana terekam dalam surat al-Maidah ayat 27, Qabil berkata kepada Habil: لأقتلنك (Sungguh pasti akan kubunuh engkau, Habil).
Yang menarik adalah reaksi Habil. Toh walaupun mendapatkan ancaman akan dibunuh oleh Qabil, Habil tetap tenang dan dengan begitu santainya menjawab: انما يتقبل الله من المتقين. Qabil, kamu harusnya mengerti, bahwa yang Allah hanyalah menerima hambanya yang benar-benar bertakwa.
“Allah tidak menerima korbanmu bukan karena ulahku, saudaraku. Allah menolak korbanmu tidak lain karena ketiadaannya takwa dalam dirimu. Lantas mengapa engkau hendak membunuhku?” Lanjut Habil memberikan penjelasan.
Apalah daya Qabil, ia sedang dikuasai oleh kedengkian. Ia tidak lagi menginginkan kebenaran. Pikirannya dipenuhi hasud untuk menenggelamkan Habil dalam kebinasaan. Maka nasehat Habil yang meskipun benar adanya, Qabil tolak dengan penuh kedengkian.
Justru nasehat yang Qabil terima adalah nasehat iblis. Iblis membisikinya supaya membunuh Habil saja. Tidak berhenti disitu, setelah Qabil melarikan diri ke Yaman dari kejaran ayahnya, Adam, yang telah mengetahui kejahatannya membunuh Habil, Qabil lagi-lagi tertipu dengan menerima nasehat dari Iblis.
“Kamu tahu kenapa Allah lebih menerima korban Habil daripada korbanmu? Itu tiada lain kerena Habil menyembah api.” Kata Iblis berusaha menasehati Qabil yang masih diliputi rasa dengki. Padahal sudah jelas sebelumnya, Habil telah menasehatinya bahwa sebab diterimanya korban Habil adalah sebab ketakwaan. Namun Qabil malah menerima tipuan dari Iblis. Hal ini tiada lain karena Qabil kadung dirasuki api kedengkian. Ia lupa kebenaran dan lebih mendahulukan nafsu terpuaskan.
Dalam kisah Qabil ini ada sebuah pelajaran berharga , bahwa dengki adalah suatu sifat yang tidak saja menyalahi nurani, melainkan juga menyalahi akal sehat. Sebab rasa dengki itu hadir oleh kealpaan daripada nikmat yang sedang dirasakan orang lain. Setelah itu ia mengerahkan segala kemampuannya supaya temannya tersebut terjerumus dalam bahaya dan tidak lagi berada dalam nikmat tersebut. Sayangnya orang yang dengki itu tidak menyadari, bahwa kedengkiannya kepada orang lain dan upayanya menjatuhkan orang lain, tidak malah merusak martabat orang yang ia dengki. Justru orang yang didengki itu akan semakin berada di derajat yang tinggi.
Maka dari itu mendengki sama sekali bertentangan dengan akal sehat. Bagaimana mungkin orang yang merasa dirinya memiliki akal sehat, meluangkan seluruh waktunya untuk menjerumuskan orang yang didengkinya dalam kemudaratan, yang mana di sisi lain ia tahu bahwa saat orang itu ia dengki malah semakin membuat orang tersebut semakin tinggi derajatnya? Sudah buang-buang banyak tenaga dan waktu, tidak berhasil pula.
Maka dari itu, untuk menjadi waras dan memiliki akal sehat dan hati sehat kita perlu membersihkan kedengkian dari dalam diri. Salah satunya adalah sebagaimana disampaikan oleh Syaikh Yusri yaitu memperbanyak membaca shalawat. Selain pula mengamalkan lima obat hati berpenyakit yang terdapat dalam syair jawa yang melegenda itu, tombo ati.
3 thoughts on “Berakal Sehat dengan Menghilangkan Kedengkian”
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.
Keren kakk…
Kalo semisal dengki untuk kebaikan gimana kak?
Seperti kutipan dari cerita tersebut, bahwasanya “Dengki sangat bertentangan dengan akal sehat, maka dari itu, untuk menjadi waras dan memiliki akal sehat dan hati sehat kita perlu membersihkan kedengkian dalam diri”. Jadi tidak ada dengki untuk kebaikan, kalau masih dengki berarti akal dan hatinya belum sehat.