Membaca Tafsir Surah Al-Qurays: Kakbah dan Peradaban Islam Klasik
6 mins read

Membaca Tafsir Surah Al-Qurays: Kakbah dan Peradaban Islam Klasik

Surah Al-Qurays secara tartīb as-suwar (runtutan surah dalam Al-Qur’an) terletak setelah Surah Al-Fīl. Terdapat rahasia sederhana yang menarik terhadap penempatan dua surah ini, yakni bahwa keduanya sama-sama membahas kemuliaan Kakbah. Kakbah dalam pembahasan dua surah ini terdiktum menjadi ikon dalam pembangunan peradaban Islam masa awal.

Pada permulaan ayat dalam Surah Al-Qurays, disampaikan sebuah khabar dengan permulaan yang menarik dan indah, karena dalam ayat ini diawali huruf jar, yaitu lām ta‘līl: Li-īlāfi Quraysy, yang artinya “karena kebiasaan orang-orang Quraisy.” Penggunaan kata “karena” ini tanpa adanya kata sebelumnya menjadikan ayat tersebut berkesan sebagai teks kitab suci yang unik.

Sebagaimana dikatakan Ibnu ‘Āsyūr dalam tafsirnya, penggunaan kata lām ta‘līl yang secara literal bermakna “karena” tanpa adanya permulaan kata sebelumnya memberikan kesan mengajak pembaca untuk menyelami lebih dalam isi surah ini. Kata “karena” memancing rasa penasaran: karena apa? Seperti apa dan bagaimana kebiasaan orang Quraisy yang dimaksud?

Di ayat selanjutnya, digambarkan bahwa kebiasaan orang Quraisy yang dimaksud adalah melakukan perjalanan pada musim dingin dan musim panas. Imam Al-Wāḥidī dalam tafsirnya menjelaskan bahwa maksud “perjalanan” di sini adalah untuk melakukan perdagangan, yaitu ke arah Yaman pada musim dingin, dan ke arah Syam pada musim panas. Dari setiap perjalanan perdagangan ini, orang Quraisy dianugerahi kelancaran oleh Allah tanpa kendala. Sebab, para perampok yang biasa menyerang para pedagang segan untuk mengganggu kafilah Quraisy, karena memuliakan mereka sebagai penjaga Kakbah.

__________________________

Baca Juga

__________________________

Terlena dan Lupa Sejarah

Surah Al-Qurays tidak hanya menggambarkan potret kemakmuran masyarakat Quraisy di sekitar Kakbah. Pesan penting dalam surah ini terletak pada ayat ketiga, ketika Allah berfirman agar masyarakat Quraisy menyembah Sang Pemilik Kakbah:

“Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Kakbah).”

Dalam ayat ini terkandung peringatan reflektif kepada masyarakat Quraisy yang hidup dalam kenyamanan. Mereka lupa bahwa Kakbah telah menjadikan mereka masyarakat yang disegani dan makmur secara ekonomi. Mereka lupa merefleksikan sejarah cikal bakal Kakbah, dan tidak menyadari bahwa Kakbah telah menjadi faktor utama tumbuh suburnya peradaban Quraisy.

Tanda ketidaksadaran orang Quraisy atas sejarah Kakbah dibuktikan dengan penolakan sebagian besar kaum kafir Quraisy terhadap ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Alih-alih mengikuti ajaran beliau, mereka justru mencaci maki ajaran Islam dan menyembah berhala.

Hanya sebagian kecil dari mereka yang menyadari kemuliaan Kakbah dan tidak menyembah berhala. Hal ini dicontohkan oleh keluarga Nabi Muhammad yang berpegang pada ajaran Nabi Ibrahim. Secara genealogis, kaum Quraisy yang menyadari kemuliaan Kakbah berada dalam koridor ini, mengingat Kakbah adalah atsar (jejak) peninggalan Nabi Ibrahim bersama anaknya Ismail.

Sebagaimana tercatat dalam sejarah, Kakbah dibangun oleh Ibrahim dan Ismail. Bangunan ini menjadi magnet dan pondasi awal bangkitnya peradaban manusia di Tanah Makkah. Lembah gersang dan tandus itu menjelma menjadi pusat peradaban karena keberadaan Kakbah. Semua ini tidak lepas dari berkah doa Nabi Ibrahim terhadap kota Makkah:

“Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan” (QS. Al-Baqarah: 126).

Pelajaran dari Surah Al-Qurays

Terdapat hikmah dan pelajaran dari Surah Al-Qurays dalam membangun sebuah peradaban yang maju. Hikmah ini menjadi tolak ukur pembangunan suatu bangsa agar tercipta masyarakat yang disegani dan makmur. Sebagai bagian dari pemahaman reflektif, hikmah ini berada dalam koridor renungan atas ayat, bukan dalam konteks tafsir dogmatis.

Pertama, membangun peradaban yang maju memerlukan hubungan internasional yang luas. Hal ini diilhami dari ayat kedua, yang dipahami sebagai perjalanan kaum Quraisy pada musim panas dan musim dingin ke berbagai negeri untuk berdagang. Ini menunjukkan pentingnya hubungan diplomatik antarnegara dalam menutupi kekurangan internal sebuah bangsa.

Kerja sama dalam berbagai sektor antarnegara perlu ditingkatkan untuk diambil manfaatnya dan dikembangkan di dalam negeri. Mengolaborasikan potensi setiap negara dalam lingkup internasional dan membawanya ke dalam negeri akan memungkinkan adanya transfer knowledge sebagai bekal membangun bangsa yang lebih maju. Kaum Quraisy, misalnya, membawa rempah-rempah dari Yaman yang berasal dari Persia pada musim dingin, serta hasil pertanian dari Syam saat Makkah dalam musim panas yang tandus.

Kedua, memperkuat perekonomian. Perekonomian yang kuat menjadikan sebuah negara disegani dan mampu menarik investor untuk berkolaborasi. Bangsa dengan perekonomian yang tangguh tidak akan menjadi “babu” bagi negara lain, justru negara lain akan tunduk dan menjaga hubungan baik.

Kekuatan ekonomi dapat dipahami dari ayat keempat Surah Al-Qurays, ketika Allah menyebut bahwa Tuhan pemilik Kakbah telah memberikan makan. Kata “aṭ‘amahum min juu’” (memberi makan dari rasa lapar) menunjukkan bahwa kemakmuran berupa terpenuhinya kebutuhan pokok merupakan standar kemajuan dan kesejahteraan suatu bangsa. Bahkan, Ibnu ‘Āsyūr menyebutkan bahwa sejak dahulu sudah ada pasar-pasar di sekitar Kakbah yang ramai dikunjungi pada musim haji.

Ketiga, memperkuat militer dan keamanan sipil. Tidak akan terbangun peradaban yang maju jika masih terjadi persoalan dalam segi keamanan. Maka, penguatan militer menjadi aspek krusial. Amerika Serikat sebagai negara adidaya, selain penguasa ekonomi juga memiliki kekuatan militer terdepan. Ini menjadikannya kuat dan disegani. Kita tentu ingat bagaimana Raja Abrahah dan tentaranya dibuat kalang kabut karena kemuliaan Kakbah.

Hal ini dipahami dari penggalan akhir Surah Al-Qurays ayat keempat: “waamanamum min khauf” (dan aman dari ketakutan). Kakbah adalah bangunan suci yang menjadikan masyarakat Arab disegani, sehingga aman dari gangguan musuh. Allah SWT memuliakan Kakbah dan masyarakat sekitarnya dengan kekuatan ekonomi dan keamanan.

Dari Surah Al-Qurays ini tersimpan pola: kemuliaan sebuah bangsa terletak pada perluasan hubungan diplomatik yang dibangun di atas kekuatan ekonomi dan keamanan. Sementara itu, aspek keimanan merupakan unsur tambahan.

Allah tidak memajukan suatu bangsa karena penduduknya Islam atau bukan, tetapi karena kecerdasan mereka dalam membaca potensi dan memperkuat ekonomi serta keamanan. Akan tetapi, majunya suatu bangsa tanpa nilai ilahiah tetap tidak lebih baik dari bangsa yang kuat dalam keimanan meski belum maju secara material. Jika pun bangsa-bangsa Islam saat ini tertinggal, suatu saat nanti mereka akan mendominasi dunia internasional—sebagaimana Nabi yang dulu diusir dari Quraisy, namun akhirnya sukses dengan capaian gemilang.

Wa a’lamu binafsil Amri.

Author